CONTOH MAKALAH STATISTIK TERBARU
2/26/2016
MAKALAH PENGARUH BELANJA MODAL DAN DANA ALOKASIUMUM TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
BAB
I
DATA
HASIL PENELITIAN
1.1
Belanja
Modal (Variabel X1)
Belanja Modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset
atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada kelompok Belanja Administrasi Umum. Kelompok belanja
ini mencakup jenis belanja baik untuk bagian Belanja Aparatur Daerah maupun
Pelayanan Publik (Mardiasmo, 2009).
Belanja daerah dikelompokkan menjadi belanja langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53 Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian atau pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Belanja modal memiliki karakteristik yang spesifik
yang menunjukkan berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset
tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan di masa
yang akan datang (Bati, 2009).
Belanja
Modal = Belanja tanah + belanja
peralatan mesin + belanja gedung dan bangunan + belanja jalan, irigasi,
jaringan + belanja aset lainnya
|
Belanja
modal merupakan belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya
pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi sehingga
masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah (Mulyanto, 2007).
Menurut
Yovita (2011) Indikator variabel belanja modal diukur dengan:
2.1 Dana Alokasi
Umum (Variabel
X2)
Dana
Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada
pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut
Brojonegoro dan C. Risyana dalam Sidik, dkk (2002:155), “Dana Alokasi Umum
adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya sangat signifikan dimana
penggunaannya menjadi kewenangan daerah”.
Sedangkan
menurut Halim (2002 : 160), ”Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.
Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan
sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota
ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana
ditetapkan. DAU ini diukur dengan melihat nilai DAU yang disajikan dalam
Laporan Realisasi APBD. Menurut Yovita (2011) Dana Alokasi Umum untuk daerah
provinsi maupun daerah kabupaten/kota dapat dinyatakan sebagai berikut:
DAU= Celah Fiskal + Alokasi Dasar
|
Dimana,
Celah Fiskal
= Kebutuhan Fiskal –Kapasitas Fiskal
3.1 Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah (Variabel Y)
Tingkat kemandirian keuangan daerah
antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada umumnya ditunjukkan oleh variabel - variabel
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), Rasio Bagi
Hasil Pajak dan Bukan Pajak untuk Daerah (BHPBP) terhadap TPD, dan Rasio
Sumbangan Bantuan Daerah (SBD) terhadap TPD.
(Muliana, 2009) ,Kemandirian keuangan daerah
merupakan kemampuan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Dalam mengukur tingkat kemandirian
daerah ini, Muliana (2009 mengukurnya dengan membandingkan Pendapatan Asli
Daerah dengan Total Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh Daerah dalam Laporan
Realisasi APBD. Tujuan kemandirian keuangan daerah mencerminkan suatu bentuk
pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Untuk melihat kesiapan pemerintah daerah
dalam menghadapi otonomi daerah khususnya di bidang keuangan, diukur dari
seberapa jauh kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh PAD dan
Bagi Hasil Daerah (Mulyanto, 2007: 93).
Menurut
Widodo (dalam Halim, 2002) Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan
daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan bantuan pihak ekstern (terutama
pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan
komponen utama pendapatan asli daerah.
Berdasarkan hasil Survei peneliti, diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel
1.1
Data
Belanja Modal, Dana Alokasi Umum Dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Dalam
Logaritma Natural (LN))
NO
|
TAHUN
|
KABUPATEN/KOTA
|
BELANJA MODAL
|
DANA ALOKASI UMUM
|
TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
|
1
|
2009
|
Kab. Sumedang
|
13,80
|
15,62
|
2,29
|
2
|
Kab. Tasikmalaya
|
12,26
|
13,86
|
1,52
|
|
3
|
Kab. Sukabumi
|
11,91
|
13,66
|
4,03
|
|
4
|
Kota Banjar
|
11,52
|
13,66
|
4,31
|
|
5
|
Kab. Bandung
|
14,98
|
11,59
|
4,36
|
|
6
|
Kab. Karawang
|
12,06
|
13,44
|
2,39
|
|
7
|
Kab. Purwakarta
|
13,85
|
15,33
|
4,41
|
|
8
|
Kab. Subang
|
12,04
|
15,71
|
4,11
|
|
9
|
2010
|
Kab. Sumedang
|
11,54
|
13,36
|
2,30
|
10
|
Kab. Tasikmalaya
|
12,13
|
13,73
|
1,31
|
|
11
|
Kab. Sukabumi
|
10,83
|
12,66
|
2,78
|
|
12
|
Kota Banjar
|
11,04
|
12,29
|
2,27
|
|
13
|
Kab. Bandung
|
12,20
|
13,90
|
2,27
|
|
14
|
Kab. Karawang
|
12,28
|
13,48
|
2,56
|
|
15
|
Kab. Purwakarta
|
11,75
|
13,10
|
2,20
|
|
16
|
Kab. Subang
|
11,91
|
13,48
|
1,85
|
|
17
|
2011
|
Kab. Sumedang
|
11,95
|
14,03
|
2,34
|
18
|
Kab. Tasikmalaya
|
12,03
|
14,22
|
1,22
|
|
19
|
Kab. Sukabumi
|
10,94
|
13,34
|
2,91
|
|
20
|
Kota Banjar
|
11,93
|
13,09
|
2,24
|
|
21
|
Kab. Bandung
|
12,06
|
14,70
|
2,47
|
|
22
|
Kab. Karawang
|
12,20
|
13,78
|
2,93
|
|
23
|
Kab. Purwakarta
|
11,88
|
13,78
|
2,42
|
|
24
|
Kab. Subang
|
12,13
|
14,12
|
1,90
|
|
25
|
2012
|
Kab. Sumedang
|
12,23
|
13,74
|
2,38
|
26
|
Kab. Tasikmalaya
|
12,78
|
13,90
|
1,21
|
|
27
|
Kab. Sukabumi
|
11,02
|
12,90
|
3,01
|
|
28
|
Kota Banjar
|
11,91
|
12,55
|
2,31
|
|
29
|
Kab. Bandung
|
13,10
|
14,23
|
2,54
|
|
30
|
Kab. Karawang
|
13,38
|
13,82
|
3,29
|
|
31
|
Kab. Purwakarta
|
12,02
|
13,36
|
2,57
|
|
32
|
Kab. Subang
|
12,35
|
13,73
|
2,04
|
|
33
|
2013
|
Kab. Sumedang
|
12,44
|
13,85
|
2,40
|
34
|
Kab. Tasikmalaya
|
13,10
|
14,02
|
1,16
|
|
35
|
Kab. Sukabumi
|
11,66
|
13,02
|
3,03
|
|
36
|
Kota Banjar
|
12,31
|
12,67
|
2,43
|
|
37
|
Kab. Bandung
|
13,01
|
14,36
|
2,71
|
|
38
|
Kab. Karawang
|
13,26
|
13,94
|
3,20
|
|
39
|
Kab. Purwakarta
|
12,35
|
13,49
|
2,54
|
|
40
|
Kab. Subang
|
12,58
|
13,85
|
2,07
|
BAB II
ANALISIS DATA
2.1.
Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum
melakukan pengujian hipotesis, model regresi penelitian ini diuji dengan uji
asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan agar intepretasi hasil dari
analisis regresi tidak terganggu dan diperoleh adanya ketepatan model. Dalam
pengujian asumsi klasik, asumsi-asumsi yang digunakan adalah asumsi normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
2.1.1 Uji
Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji
apakah data yang diuji normal atau tidak. Data yang diuji secara langsung
terbukti tidak normal sehingga harus dilakukan perbaikan dengan menggunakan logaritma
natural. Uji Normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan medel One-sample
Kolmogrov-smirnov Test.
Tabel 2.1
Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov-smirnov
test diperoleh nilai KSZ sebesar 1,114 dan Asymp.Sig. sebesar 0,167 lebih besar
dari 0,05 maka dapat di simpulkan data berdistribusi normal.
Selain menggunakan table
K-S, Uji normalitas data juga dapat dilihatdengan menggunakan grafik histogram
dan p-plot seperti dibawah ini.
Gambar 1.1
Hasil Uji Normalitas dengan Histogram
Gambar 2.1
Berdasarkan tampilan output
chart diatas kita dapat melihat grafik histogram maupun grafik plot. Dimana grafik
Histogram memberikan pula distribusi yang melenceng ke kanan yang artinya
adalah data berdistribusi normal. Selanjutnya, pada gambar P-Plot terlihat
titik-titik mengikuti dan mendekati garis diagonalnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.1.2
Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan
mendeteksi ada tidaknya hubungan antar variabel independen. Dalam Structural
Equation Modeling yang baik seharusnya tidak terdapat hubungan antar
variabel independen, jika terdapat hubungan berarti maka terjadi masalah
Multikolinearitas. Di dalam penelitian ini, uji Multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai Varian
Inflation Factor (VIF) dari setiap variabel. Uji Multikolinearitas yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan model Coefficients.
Tabel 3.1
Menurut imam ghozali
(2006:95).uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
·
Nilai tolerance
semua variabel independen < dari 0,10.
·
Nilai VIF semua
variabel independen lebih >10,00.
Maka terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan
tabel perhitungan tersebut, Belanja Modal memiliki VIF 1,080 < 10 dan hasil
perhitungan tolerance 0,926 > 0,10.Dana Alokasi Umum memiliki VIF 1,080<10
dan hasil perhitungan tolerance 0,926 > 0,10. Jadi dapat di simpulkan bahwa
tidah ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
2.1.3 Uji
Autokorelasi
Uji
Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam modelregresi linear terdapat
korelasi antara error term pada periode t1 denganerror term pada
periode t2 (Gujarati, 1995). Pengujian ini dilakukan denganmenggunakan uji
Durbin-Watson. Modal regresi yang baik adalah modelyang tidak mengandung
autokorelasi.Dalam Gujarati (1995) cara untuk menentukan ada
tidaknyaautokorelasi adalah:
Jika
0 < Durbin-Watson < dL, maka terbukti terjadi autokorelasi positif.
Jika
dL < Durbin-Watson < dU, dan 4-dU < Durbin-Watson < 4- dL, maka
tidakdapat disimpulkan.
Jika
dU < Durbin-Watson < 4- dU, maka tidak terjadi autokorelasi.
Jika
4- dL < Durbin-Watson < 4, maka terbukti terjadi autokorelasi negatif.
Uji Autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu menggunakan model Model Summary.
Tabel 4.1
Hasil uji Autokorelasi dengan uji Darbin-watson
Model
Summaryb
|
|||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted
R Square
|
Std.
Error of the Estimate
|
Durbin-Watson
|
1
|
,193a
|
,037
|
-,015
|
,82945
|
1,673
|
a.
Predictors: (Constant), Dana_Alokasi-Umum, Belanja_Modal
|
|||||
b.
Dependent Variable: Tingkat_Kemandirian_Keuangan_Daerah
|
Berdasarkan
tabel diatas Nilai Durbin Watson yang diperoleh adalah sebesar
1,673. Menurut tabel nilai Durbin-Watson pada sampel = 40 dan K= 2 adalah dL =
1,391 dan dU = 1,600. Berdasarkan aturan pengambilan keputusan diatas terjadi
autokorelasi atau tidak , maka nilai Durbin-Watson dalam penelitian
sebesar 1,673 lebih besar dari batas atas (dU) 1,600 dan kurang dari 2,400 (4- dU), maka dapat
disimpulkan dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi residual.
2.1.4 Uji
Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalammodel regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatanke pengamatan yang
lain. Model regresi yang baik adalah yanghomokedastisitas atau tidak
heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan Model Coefficients .
Tabel 5.1
Berdasarkan output diatas diketahui bahwa nilai
signifikasi variabel Belanja Modal (X1) Sebesar 0,414 lebih besar dari 0,05,
artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel Belanja Modal (X1).
Sementara itu, diketahui nilai signifikasi variabel Dana Alokasi Umum (X2)
yakni 0,196 lebih besar dari 0,05, artinya tidak terjadi heteroskedastisitas
pada Dana Alokasi Umum (X2).
Selain menggunakan tabel Uji
Glejser, Uji Heteroskedastisitas data juga dapat dilihat dengan menggunakan grafik
scaterplots seperti dibawah ini.
Gambar 3.1
Hasil uji heteroskedastisitas variabel dependen
tingkat kemandirian keuangan daerah menunjukan bahwa titik-titik tersebar di
atas dan dibawa angka nol. Titik-titik menyebar dan tidak membentuk pola
tertentu yang teratur sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi
tidak terjadi heteroskedas.
2.2 Analisis Koefisien Korelasi
Analisis korelasi atau asosiasi merupakan studi
pembahasan tentang drajad keeratan hubungan antar variabel yang dinyatakan
dengan koefisien korelasi. Hubungan antara variabel bebas (X) dan variabel
terikat (Y) dapat bersifat:
Ø Positif,
artinya jika variabel bebas (X) naik, maka variabel terikat (Y) naik.
Ø Negatif,
artinya jika variabel bebas (X) turun, maka variabel terikat (Y) turun
Drajad
hubungan biasanya dinyatakan dengan r, yang disebut dengan koefisien korelasi
sampel yang merupakan penduga bagi koefisien populasi. Sedangkan r2 disebut
dengan koefisien determinasi (koefisien penentu). Kekuatan korelasi linear
antara variabel X dan variabel Y disajikan dengan rxy di definisikan dengan rumus:
Keterangan :
r : koefisien korelasi
X1 : variabel bebas
Y1 : variabel terikat
N : jumlah pengamatan
Formula tersebut disebut formula koefisien korelasi
momen produk (product moment) karl pearson.
Koefisien korelasi bernilai paling kecil -1 dan
paling besar bernilai 1
a. Berkenaan
dengan besaran angka, jika 0, maka artinya tidak ada korelasisama sekali dan
jika korelasi 1 berarti korelasi sempuran hal ini berarti bahwa semakin
mendekati 1 atau -1 maka hubungan antara dua variabel semakin kuat. Sebaliknya,
jika r mendekati 0 berarti hubungan dua variabel semakin lemah. Sebenarnya
tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu
menunjukan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun, hal ini dapat di
jadikan pedoman sederhana, bahwa angka korelasi diatas 0,05 menunjukan korelasi
yang cukup kuat sedangkan dibawah 0,05 korelasi lemah.
Selain besarnya
korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda negatif
(-) pada output menunjukan adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif
(+) menunjukan arah yang sama.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman
untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00 - 0,199 =
sangat rendah
0,20 - 0,399 =
rendah
0,40 - 0,599 =
sedang
0,60 - 0,799 =
kuat
0,80 - 1,000 =
sangat kuat
2.2.1
Analisis
Korelasi Sederhana
Analisis korelasi sederhana (Bivariate
Correlation) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi
sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel.
Dalam SPSS ada tiga metode korelasi sederhana (bivariate correlation)
diantaranya Pearson Correlation, Kendall’s tau-b, dan Spearman
Correlation. Pearson Correlationdigunakan untuk data berskala
interval atau rasio, sedangkan Kendall’s tau-b,dan Spearman
Correlation lebih cocok untuk data berskala ordinal.
Pada bab ini akan dibahas analisis
korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product
Moment Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai
semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat,
sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin
lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai
negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Perhitungan koefisien korelasi antar variable pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel
6.1
Interpretasi
output dari tabel diatas adalah:
a.
Berdasarkan tabel correlations diketahui
bahwa besarnya hubungan koefisien korelasi antara Belanja Modal dan Dana
Alokasi Umum adalah sebesar 0,272 dengan kesimpulan sebagai berikut :
Ø Karena
nilai koefisien korelasi positif maka arah hubungan antara variabel Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum positif artinya jika belanja modal bertambah maka
dana alokasi umum bertambah.
Ø Tingkat
keeratan hubungannya termasuk kategori (lemah).
b.
Berdasarkan tabel correlations diketahui
bahwa besarnya hubungan koefisien korelasi antaraTingkat Kemandirian Keuangan
Daerah dan Belanja Modal adalah sebesar 0,188 dengan kesimpulan sebagai berikut
:
Ø karena
nilai koefisien korelasi positif maka arah hubungan antara variabel Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah dan Belanja Modal positif artinya jika belanja
modal bertambah maka dana alokasi umum bertambah.
Ø Tingkat
keeratan hubungannya termasuk kategori (sangat lemah).
c.
Berdasarkan tabel correlations diketahui
bahwa besarnya hubungan koefisien korelasi antaraTingkat Kemandirian Keuangan
Daerah dan Dana Alokasi Umum adalah sebesar 0,011 dengan kesimpulan sebagai
berikut :
Ø Karena nilai koefisien korelasi
positif maka arah hubungan antara variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
dan Dana Alokasi Umum positif artinya jika belanja modal bertambah maka dana
alokasi umum bertambah.
Ø Tingkat
keeratan hubungannya termasuk kategori (sangat lemah).
2.2.2
Analisis
Korelasi Ganda
Analisis korelasi ganda berfungsi untuk mencari
besarnya hubungan dan konstribusi dua variabel bebas (X) atau lebih secara
simultan (bersama-sama) dengan variabel terikat (Y).
Pengambialan
keputusan dalam uji korelasi ganda dapat dengan membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas sig dengan dasar pengambilan
keputusan sebagai berikut :
a. Jika
nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig. F
change atau [0,05<sig. F change]. Maka Ho di terima dan Ha ditolak, artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
b. Jika
nilai probabilitas 0,05 lebih besar dari nilai probabilitas sig. F change atau
[0,05>sig. F change]. Maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan
yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
Perhitungan koefisien korelasi antar variable pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 7.1
Hasil
Korelasi Ganda
Model Summary
|
|||||||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Change Statistics
|
||||
R Square Change
|
F Change
|
df1
|
df2
|
Sig. F Change
|
|||||
1
|
,193a
|
,037
|
-,015
|
82,94523
|
,037
|
,716
|
2
|
37
|
,495
|
a. Predictors: (Constant),
Dana Alokasi Umum, Belanja Modal
|
Interpretasi
output:
Berdasarkan tabel model summary diketahui bahwa besarnya hubungan antara Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah yang
dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,193. Maka kesimpulannya adalah.
Ø Karena
nilai koefisien korelasi positif maka arah hubungan antara variabel Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
positif artinya jika belanja modal dan dana alokasi umum bertambah maka Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah bertambah.
Ø Tingkat
keeratan hubungannya termasuk kategori (sangat lemah).
2.3
Analisis
Koefisien Determinasi
Analisis Koefisien
Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar
persentase sumbangan pengaruh variable independen secara serentak terhadap
variable dependen. Maksudnya secara serentak itu misalkan ada beberapa variable
independen (X1,X2 dan seterusnya) mempengaruhi variabel dependen (Y)
2.3.1
Pengaruh parsial
Untuk
mengukur seberapa besar variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat
dapat dihitung dengan rumus besaran yang disebut koefisien determinasi yang
dinyatakan dengan persentase,untuk mengetahui berapa besar koefisien
determinasi digunakan rumus sebagai berikut :
KD = r2 x 100%
Keterangan :
KD =Koefisien
Determinasi
r = Nilai Koefisien
Korelasi
Untuk
menghitung besarnya konstribusi Belanja Modal terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah digunakan rumus KD sebagai berikut :
KD = r2 x 100%
= 0,1882 x
100%
= 3,53%
Berdasarkan
perhitungan diatas dapat diketahui bahwa kontribusi Belanja Modal terhadap Tingkat
Kemandiriaan Keuangan Daerah yaitu sebesar 3,53% dan sisanya 96,47% (100% -3,53%)ditentukan oleh variabel lain yang tidak
dijelaskan dalam penelitian ini.
Untuk
menghitung besarnya kontribusi Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandiriaan
Keuangan Daerah rumus KD sebagai berikut :
KD = r2 x 100%
= 0,0112 x
100%
=0,01%
Berdasarkan perhitungan
diatas, dapat diketahui bahwa kontribusi Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keungan
Daerah yaitu sebesar 0,01% dan sisanya 99,99% (100% - 0,01%) ditentukan oleh variabel lain yang
tidak di jelaskan dalam penelitian ini.
2.3.2
Pengaruh Simultan
Untuk
menghitung besarnya kontribusi Belanja Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat
Kemandirian Keungan Daerah rumus KD sebagai berikut :
KD = R2
x 100%
=0,1992 x
100%
=3,96
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat
diketahui bahwa kontribusi belanja modal dan dana alokasi umum terhadap tingkat
kemandirian keungan daerah yaitu sebesar 3,96% dan sisanya 96,04% (100% - 3,96%) ditentukan oleh variabel lain yang
tidak di jelaskan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil
penelitian maka model penelitian adalah :
Gambar
4.1
2.4 Analisis
Koefisien Regresi
Analisis regresi menurut Riduan (2010:155) adalah:
Suatu
alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap
variabel terikat untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau
hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih (X1), (X2),
(X3), …..(Xn) dengan satu variabel terikat.
Persamaan regresi ganda
di rumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1X1
+ b2X2
|
2.4.1
Regresi Ganda
Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila
peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel
dependen. Bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor
dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi ganda akan
dilakukan apabila jumlah variabel independennya minimal 2.
Model analisis regresi
ini diperoleh dengan menggunakan pengujian regresi sebagai berikut:
Tabel
8.1
Hasil
Regresi Ganda
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka didapat persamaan sebagai berikut :
Y = 70,396 + 0,200 X1
– 0,044 X2
Dari
persamaan regresi ganda tersebut dapat diartikan bahwa :
1. Apabila
nilai belanja modal berubah sebesar satu-satuan maka nilai tingkat kemandirian
keungan daerah akan berubah sebesar 0,200 (ceteris
paribus)dengan arah hubungan yang sama yaitu positif.
2. Apabila
dana alokasi umum berubah sebesar satu-satuan, maka nilai tingkat kemandirian
keungan daerah akan berubah sebesar -0,044 (ceteris
paribus) dengan arah hubungan yang berbeda yaitu negatif.
3. Apabila
nilai belanja modal dan dana alokasi umum bernilai nol, maka nilai tingkat
kemandirian keungan daerah akan bernilai sesuai dengan nilai konstan dalam
persamaan sebesar 70,396.
2.5 Uji Hipotesis
2.5.1 Uji Parsial (Uji t)
Uji Hipotesis ini digunakan untuk menguji hipotesis Belanja
Modal (X1), Dana Alokasi Umum (X2), terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah (Y). Statistik uji yang digunakan untuk mengetahui
uji hipotesis dalam
penelitian ini adalah uji t dengan rumus (sugiyono 2010:230) :
Keterangan
:
thitung = Nilai t
r = Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Uji t dilakukan dengan membandingkan thitung
dengan ttabel pada tingkat signifikan α 5% dengan dk = n – 1.
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis atau
dugaan sementara sehingga dilakukan dengan uji hipotesis dengan ketentuan
sebagai berikut :
Ho
= 0 : Tidak ada pengaruh antara belanja modal dan dana alokasi umum terhadap
tingkat kemandirian keuangan daerah.
Ho
≠ 0 : Ada pengaruh antara belanja modal dan dana alokasi umum terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah.
Kaidah
pengujiannya adalah :
Jika thitung
≥ ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh
antara belanja modal dan dana alokasi umum
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Jika thitung
≤ ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat
pengaruh antara belanja modal dan dana alokasi umum terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah.
Uji
t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel independen (Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum) secara parsial atau individual menerangkan
variabel dependen (Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah) dengan pengujian
menggunakan tabel COEFFICIENTS Sebagai berikut :
Tabel 9.1
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. hasil uji t adalah sebagai berikut :
H1:
Belanja modal berpengaruh signifikan dan positif terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah pada tabel Coefficients dapat kita lihat bahwa angka
signifikansi untuk variabel Belanja Modal adalah sebesar 0,240 nilai ini lebih
besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 dan nilai thitung<ttabel
yaitu 1,194 < 1,684 dapat disimpulkan bahwa Belanja Modal tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, dan
dapat disimpulkan H1ditolak
karena didukung oleh data dan sesuai dengan hasil penelitian.
Gambar 5.1
H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh
signifikan dan positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada tabel
Coefficients kita lihat bahwa angka signifikansi untuk variabel dana alokasi
umum adalah sebessar 0,799 nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar
0,05 dan nilai thitung< ttabel yaitu sebesar
-0,257<1,684 dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah dan dapat disimpulkan H2 ditolak karena tidak
didukung oleh data dan tidak sesuai dengan hasil penelitian.
Gambar 6.1
2.5.2
Uji Simultan (
Uji F )
Uji
F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen (Belanja Modal dan Dana
Alokasi Umum) secara bersama-sama atau simultan dapat mempengaruhi variabel
dependen ( Tingkat Kemandirian Keungan Daerah ).
Untuk menghitung uji F dapat digunakan
rumus sebagai berikut
(sugiyono 2010:235).
Keterangan:
R = Koefisien
Korelasi GandaKeterangan:
k = Jumlah Variabel Independen
n = Jumlah Anggota Sampel
Kriteria Pengujian :
a.
Apabila
Fhitung> Ftabel, Maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Berarti ada pengaruh positif antara Belanja Modal dan Dana Aloasi Umum terhadap
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.
b.
Apabila
Fhitung< Ftabel, Maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Berartitidak ada pengaruh positif antara Belanja Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.
Tabel 10.1
Berdasarkan kolom sig.(signifikan) pada Uji F di
atas, di peroleh sig. 0,495 lebih besar dari probabilitas 0,05 atau 0,495 > 0,05
dan nilai Fhitung < Ftabel yaitu 0,716 <2,84 maka Ha ditolak dan Ho diterima hal ini berarti belanja modal dan dana alokasi umum
secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah, dan dapat disimpulkan
Ha ditolak karena didukung data dan sesuai hasil penelitian.
Berdasarkan uji hipotesis tersebut maka digunakan
uji dua belah pihak seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 7.1
Dapat
dilihat dari kurva uji dua pihak diatas, bahwa Fhitung<Ftabel
yaitu sebesar 0,716 < 2,84 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima karena
berada dalam daerah penerimaan Ho. Artinya terdapat pengaruh Belanja Modal dan Dana
Alokasi Umum bersama-sama tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh
Belanja Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan
Daerah pada kabupaten dan kota privinsi jawa barat tahun 2009-2013. Berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Karena
nilai koefisien korelasi positif maka arah hubungan antara variabel Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
positif artinya jika belanja modal dan dana alokasi umum bertambah maka Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah bertambah.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel-variabel independen dalam hal ini Belanja Modal dan Dana Alokasi Umum
secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.
3. Karna Fhitung<Ftabel
yaitu sebesar 0,716 < 2,84 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima
karena berada dalam daerah penerimaan Ho. Artinya terdapat pengaruh Belanja
Modal dan Dana Alokasi Umum bersama-sama tidak berpengaruh terhadap Tingkat
Kemandirian Keuangan Daerah.